selamat berjumpa semoga tidak marah-marah

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS. 2:9)

In trying to deceive GOD and those who believe, they only deceive themselves without perceiving


Rabu, Februari 01, 2006

Modul Pelatihan Penanganan Konservasi Lahan Kritis

Modul A Pelatihan : Penanganan Konservasi Lahan Kritis Sumber Daya Air

Disusun oleh Ir H Siswoyo Seputro

Tujuan :

Setelah menyelesaikan madul ini peserta diharapkan mempunyai kemampuan untuk menjelaskan tentang konservasi lahan kritis sumber daya air, serta menguraikan prinsip- prinsip penanganan konservasi lahan kritis dan bagaimana meluaskan pengertian konservasi dengan pengendalian untuk mencapai tujuan konservasi sebenarnya.



Pokok Bahasan :

Penjelasan tentang pengertian , tujuan, instrumen, prinsip-prinsip, indikator konservasi lahan kritis.




Methode & Media :

Ceramah, diskusi dan contoh kasus



Waktu :

2 JPL ( 90 menit )


Peralatan :

Papan Tulis, OHP / Infocus


Konservasi Lahan Kritis Sumber Daya Air


1. Umum.

Konservasi lahan kritis pada daerah aliran sungai untuk beberapa tahun belakangan ini mendapat perhatian khusus, disebabkan setelah berbagai bencana yang disebabkan pembukaan hutan tak terkendali di sebagian besar wilayah hutan tropis Indonesia, setelah dihitung nilai pengerusakannya sangat besar daripada nilai keuntungan yang diraih .

UURI No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pasal 21 ayat 1 dan 2, menjelaskan Perlindungan dan pelestarian sumber daya air dilakukan dengan jalan: a) memlihara kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air, b) pengendalian pemanfaatan air, 3) Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfatan lahan pada sumber air, 4) pengendalian pengolahan lahan didaerah hulu, 5) pengaturan sempadan sumber air, 6) rehabilitasi hutan dan lahan, 7) pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

Kedudukan Hutan diwilayah hulu sungai memegang peran penting dalam pengaturan debit aliran air sungai, sehingga kekritisan lahan di hutan hulu sungai sangat berperan besar terhadap kelansungan jangka panjang ketersediaan air sungai agar tetap mengalir secara tetap.

Banyak seperti di negara tropis lainnya , hutan menghasilkan banyak persediaan sebagian besar kebutuhan pokok kehidupan bagi orang-orang yang bermukim disekitar hutan,

Dalam perkembangan terakhir, hutan tropis telah menjadi sasaran dalam eksploitasi penebangan hutan, pembalakan ini berlanjut dan hasilnya dibawa keluar batas wilayah negara, tanpa sedikit aparat yang mengetahui. Sedangkan dalam periode yang sama pemakaian kayu hasil hutan dalam negeri semakin meningkat secara dramatis, hal ini ditandai dengan meluasnya pengerusakan hutan yang meliputi kecepatan pembukaan hutan 20 % setiap tahunnya

Volume ekspor kayu dari daerah tropis telah meningkat dengan laju 7,1 % pertahun pada periode 1970 – 1980, ( US Interagency Tadsk Force On Tropical Forestt, 1980 ) dan kerusakan semakin parah pada periode tahun 1980 – 2000 ( rate 15 % pertahun ).

Kegiatan konservasi selalu melibatkan komponen Pemerintah ( state ) Komponen dunia usaha / swasta ( private sector ) dan masyarakat ( society ). Dari ketiga komponen tersebut, Negara atau pemerintahan mempunyai peranan penting dalam mewujudkan konservasi lahan, menerapkan management lahan terkonsolidasi, kerena fungsi pengaturan yang masih dipegang pemerintah yang memfasilitasi sector swasta dan masyarakat serta fungsi administrative penyelenggaraan pemerintahan.

Pertimbangan utama untuk menentukan kebijakan konservasi lahan kritis di hulu sungai terhadap perubahan daerah aliran sungai meliputi :
- Banyaknya tajuk yang ditebang
- Banyaknya biomasa yang diambil ( termasuk banyaknya bekas tebangan yang tertinggal ditempat )
- Cara pengambilan hasil
- Waktu penebangan berkaitan dengan musim kemarau atau musim hujan
- Kondisi tanah, permukaannya dan morphologinya
- Luas, sifat dan intensitas tebangan
- Tepat waktu siklus penghutanan kembali
- Membentuk jalur penyangga ditepian sungai.

Dalam mempertimbangkan kebijakan konservasi perlu dibedakan pengaruh pengurangan penutupan vegetasi dengan pengaruh kerapatan penebangan, selanjutnya mengenai kegiatan penebangan kayu sendiri perlu dibedakan antara cara biasa yang tidak memperdulikan dampak terhadap air dan tanah, dengan methode yang telah diperbaiki yang mencakup sebagai komponen utama aspek perlindungan air dan tanah sebagai unsur konservasi.



2. Managemen Penanganan Konservasi Lahan Kritis
Sumber Daya Air

Pada hakekatnya managemen penanganan konservasi lahan kritis mempunyai tujuan, 1) Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal disekitar wilayah hutan, 2) Memperluas lapangan kerja dengan memanfaatkan semaksimal mungkin lahan konservasi dengan pola tebang pilih, 3) Meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer kehutanan ke sektor pengelolaan hasil hutan/ secondary dan sector jasa/tertier.
4) Mempercepat proses penghutanan kembali dengan mengkonsolidasikan tanah hamparan yang telah memferosasi akibat bukaan yang luas.

Konservasi sebagai penanganan yang terarah, memberikan daya pandang yang luas terhadap lingkungan hidup, vegetasi hutan. kelestarian sumber daya air. Khususnya konservasi lahan kritis, konservasi harus bisa mempertahankan lestarinya sumber daya air, konservasi melahirkan dinamika pengelolaan, dilain pihak kritisnya suatu lahan lebih banyak disebabkan penebangan yang tak terkendali disuatu kawasan hutan, hal ini mencerminkan adanya tekanan yang mengarah pada pungutan produk hutan secara membabi buta dan tanpa mengikuti aturan yang berlaku, jangan lagi ditanya pengaruhnya terhadap banjir, kerusakan lahan/top soil. Tergerusnya potensi kesuburan permukaan tanah, peng gurunan padang rumput, penurunan /gangguan hasil panen, banjir pada saat hujan dan kekurangan air pada saat musim panas.

2.1. Tinjauan Konservasi lahan kritis

Pertumbuhan penduduk dan ekonomi akan mempengaruhi pola pergerakan aktivitas suatu wilayah, pada akhirnya akan menekan pada keberadaan sumber daya alam. Keberadaan fungsi konservasi masih mengikuti pola yang belum secara progressive mendudukan konservasi sebagai satu-satunya pola piker yang harus dijalankan semua pihak.

Namun dinamika pertumbuhan tidak selalu menghasilkan perubahan yang lebih baik. Seringkali konservasi yang dilakukan tidak efisien dimana setiap pelaku berusaha mengoptimasikan kepentingannya, Disamping itu, pertumbuhan ekonomi yang tidak merata juga mengakibatkan permasalahan kesenjangan antar daerah. Oleh karena itu, perlu upaya perencanaan pembangunan dengan konsep konservasi sumber daya alam yang dapat mengontrol dan mengantisipasi perubahan akibat adanya pertumbuhan penduduk dan ekonomi.

Konservasi lahan kritis yang saat ini dilakukan adalah menitikberatkan pada aspek ruang hutan yang terlantar atau lokasi dimana kegiatan dilakukan untuk mengoptimalisasi sumberdaya alam yang ada dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Seiring dengan perubahan situasi yang ada saat ini, konservasi lahan kritis akan menghadapi tantangan yang semakin kompleks dengan adanya perubahan-perubahan paradigma baru, yaitu : globalisasi, otonomi daerah, tuntutan adanya good governance dan pemberdayaan peran serta masyarakat.


Menghadapi tantangan tersebut Penanganan Konservasi lahan kritis diharapkan dapat merupakan suatu upaya mendorong secara mendasar untuk:

a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat yang meliputi aspek kelembagaan, akses informasi teknologi dan ketrampilan penaganan konservasi lahan kritis.
b. Meningkatkan efisiensi konservasi lahan kritis yang meliputi kemampuan teknologi, dan investasi
c. Pengendalian dampak lingkungan
d. Peningkatan peran lembaga sosial ekonomi termasuk LSM, Bank, Koperasi
e. Peningkatan kemampuan pemerintah daerah


Data – data berikut dapat memberikan gambaran kondisi kerusakan lahan dihulu sungai.
o Sebanyak 19 % hutan curah hujan dari luas pulau Jawa yang tersisa, jauh dari syarat minimal kelangsungan hidup hayati untuk mempertahankan hidupnya seluas 30 % .
o Target pencapaian Penghijauan kembali terancam gagal akibat tingginya penyimpangan yang tidak dipermasalahkan terhadap penguasa pengelolaan hutan, terlebih alokasi anggaran penghutananan kembali yang sangat terbatas dimana sebelumnya 8 – 9% turun menjadi 3,8%.
o Data mutu endapan ( kadar sidementasi ) sangat tinggi yang mempercepat usia waduk.
o Banjir Bandang akibat kerusakan lahan hulu dan lahan hutan atas, sering terjadi dibeberapa wilayah Indonesia.
o Angka kematian akibat bencana yang disebabkan kerusakan alam meningkat dari 55/tahun menjadi diatas 100/tahun.
o Angka kerusakan lahan pertanian akibat ketiadaan air dimusim kering dan kebanjiran dimusim hujan semakin meningkat.
o Lahan Hutan terlantar yang ditinggal begitu saja oleh pemegang HPH sebanyak 600 juta ( 1998 ) dan diperkirakan meningkat 100% akibat krisis.
o Bupati dan penguasa HPH setempat melakukan penghijaun baru 71.000 Ha yang dapat ditangani selebihnya belum tertangani.

Seyogyanya list tersebut diatas minimal bisa dijadikan titik tolak untuk memformulasikan pola dan sasaran konservasi lahan kritis sumber daya air sebagai syarat pembangunan berkelanjutan.


2.2. Hubungan antara Konservasi dan pengendalian.

Dua hal yang berbeda mungkin saja merupakan bagian dari siklus kejadian yang sama, siang hari jelas berbeda dengan malam tetapi keduanya adalah bagian dari satu siklus yang berkesinambungan perputaran bumi pada porosnya.
Konservasi dan pengendalian juga merupakan bagian dari suatu siklus keberadaan hutan vegetasi guna mengatasi lahan kritis, konservasi dan pengendalian dalam perwujudan siklus hutan vegetasi tergambar dalam bagan I. Konservasi terdiri dari grafik pencapaian naik turun menurut nilainya sedangkan pengendalian menghasilkan grafik datar yang dikotominya adalah adanya kasus yang sama dalam periode tertentu

Wujud akhir pengendalian adalah merupakan rangkaian panjang dari perumusan sasaran konservasi yang tidak sebatas penyelamatan lahan semata, dilanjutkan dengan pengendalian konservasi, monitoring hasil konservasi dan terakhir mengarahkan besaran/ luasan lahan konservasi dan mengorganisir kelembagaan yang terlibat, disini disarankan adanya lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap konservasi yang meliputi kegiatan perumusan, pengendalian, monitoring dan saran tindak turun tangan konservasi.

Di dalam Keppres No 32 Thn 1990 Tentang pengelolaan Kawasan Lindung pada Bab IV pasal 7, Perlindungan terhadap kawasan hutan dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sidementasi, dan menjaga fungsi tata air tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan tanah permukaan.


2.3. Bentuk – bentuk Pengendalian Konservasi Lahan Kritis Sumber Daya Air.


a. Tambatan Penghidupan Masyarakat Terasing
Masyarakat terasing yang hidup bersandarkan pada keberadaan hutan, sangat rentan terhadap ekosistim yang berubah dari keveberadaan hutan yang rusak, hutan banyak memberikan bahan mentah bagi industri rumah tangga kecil-kecilan, dengan demikian sangat penting bagi perekonomian setempat.

Biasanya dampak pungutan hasil hutan terhadap ekosistim hutan yang dilakukan oleh masyarakat tersasing, hanya kecil saja, sehingga timbul aksioma brlakunya sistim pengambilan yang rutin secara terus menerus sepanjang tahun, contohnya : pengambilan bahan pangan seperti ubi hutan, rebung, buah-buah hutan, dan biji-bijian, perburuan binatang liar seperti ayam hutan dan trenggiling, ular untuk dimakan atau disamak kulitnya.
Ada juga dilakukan penebangan pohon, tetapi dengan jumlah yang sedikit, dampaknya lebih menyerupai akibat pengambilan kayu bakar.

Hasil Penelitian Tsukamoto ( Tsukamoto,Y. 1975. Effect of forest litters on runoff cycle in a small experimental watershed. Publication 117 de l`Association International des Sciences Hydrologiques, Symposium de Tokyo,pp 487-95 ), menyatakan tingkat kritis pengambilan hasil hutan oleh masyarakat minor akan terpusatkan pada, Intensitas pengambilan yang sangat tinggi, tingkat gangguan tanah, jalur jalan untuk mencapainya. Di bagian perbukitan di kaki pegunungan Himalaya di India Utara misalnya, penyadapan berlebihan Pinus roxburghii menyebabkan kerusakan oleh angin yang disusul terbukanya lapis tanah. Erosi dan hilangnya unsure hara tanah.



b. Perladangan berpindah

Peladangan berpindah merupakan bentuk penggunaan lahan secara terus menerus, dari yang sifatnya ekstensif ( berjalan terus) sampai yang intensif ( tidak stabil ), tergantung pada masa panjangnya musim (Clarke, 1966).

Peladangan berpidah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Berkebun di lahan bukaan hutan dalam hutan primer, atau lebih umum lagi dalam hutan sekunder, atau di wilayah tangkapan ( cathment area ) sungai besar.
- Masa tanam bergilir dengan masa musim menurut sifatnya.
- Keterlibatan manusia atau penggunaan teknologi sederhana yang digerakan hewan terbatas sifatnya.
- Polycultur
- Ganguan pada permukaan tanah kecil.

Dampak Peladangan berpindah terhadap Hidrologi, erosi dan keadaan unsur hara wilayah sungai atau daerah perlindungan hutan lainnya, akan tergantung pada posisi dan luas area perladangan berpindah dan jenis tanaman yang dibudidayakan ( Napraakabob et al, 1975). Apabila frekfensi dan intensitas perladangan berpindah meningkat akibat yang ditimbulkannya menyerupai akibat pengembalaan.

Sebagai contoh, perladangan berpindah intensif, yang dilakukan di diwilayah hutan tropis, yang sudah merupakan degradasi dari keadaan hutan aslinya, keadaan ini adalah type “pembudidayaan panjang/bera panjang” seperti yang dipermasalahakan oleh Kudstandter dan Chapman ( 1978 ). Pada akhirnya kesuburan tnaha hilang, erosi terjadi kerena pengelolaan yang dalam dan bersih dengan menggunakan cangkul, dan lahan kemudian ditinggalkan. Lahan ini lambat sekali kembali menjadi hutan, dan lebih menyerupai padang rumput

Dengan sifat penggunaan lahan perladangan berpindah, terus menerus dan ekstensif, serta pola mosaik pembukaan hutan, secara kecil-kecilan , maka dampaknya terhadap peningkatan banjir dan erosi sangat sedikit dan dianggap dapat diabaikan.

Kearifan umum sering kali mengkaitkan besarnya peningkatan bajir berhubungan erat dengan pembukaan perladangan berpindah didaerah hulu sungai, masih terlalu sedikit penelitian yang valid untuk menghubungkan antara intensitas banjir dengan pembukaan lahan perladangan berpindah!, biarpun demikian, sebagian besar dari kebanyakan banjir di daerah hilir yang terjadi, disebabkan ciri khas curah hujan dan luasan dataran yang tergenang, dari pada perladangan berpindah.


c. Pengelolaan bahan kayu bakar dan pakan ternak

Pada saat penduduk memotong ranting-ranting pepohonan hutan untuk digunakan sebagai pakan ternak, ranting yang tersisa akan digunakan juga sebagai kayu bakar ( bukan penebangan yang berlebihan atau pemangkasan pertumbuhan terbarukan atau pembangunan jalan-jalan yang menembus kelebatan hutan ).

Dampak utama hidrologi akibat pengadaan kayu bakar dan pakan ternak terjadi kerena berkurangnya tajuk, yang berakibat berkurangnya intersepsi dedaunan, menambah curahan hujan langsung kepermukaan lahan, serta menurunkan evapotranspirasi.

Pengambilan pakan ternak dan kayu bakar hanya berpengaruh kecil terhadap erosi, kecusali erosi pada jalur jalan yang digunakan pada saat pengambilan.


d. Pemungutan hasil kayu komersial

Besarnya tekanan ekonomi, perubahan pemilikan lahan luas pengelolaaan hutan pada sepucuk surat HPH, berubahnya transportasi ekonomi dari bertahan pada hortikultur ke eksport hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan kayu komersial, maka era baru eksploitasi hutan besar-besaran pun dimulai, Laporan tahun 1973 FAO menaksir lebih dari 3 milyard m³ atau lebih 2/3 potensi hutan dunia, diambil untuk kepentingan pembangunan peradaban manusia, sekarang lebih 70 % kayu hutan tropis mengalir ke wilayah sub tropis. ( FAO 1979 ).

Diagram dibawah ini melukiskan beberapa kemungkinan yang terjadi dalam prilaku hidrologi suatu Daerah Aliran Sungai, menyusul pengambilan tajuk sebagian atau seluruhnya dengan penebangan pohon, selalu kemungkinan terjadi disebabkan reaksi DAS terhadap perubahan seperti ini merupakan hasil interaksi rumit sedertan perubahan, dan pengaruh banyaknya tajuk yang ditebang, yang bervaiasi, dari sedikit ( seperti dalam tebang pilih ) hingga banyak ( seperti tebang habis ) bukannya yang paling kecil.





Secara umum dampak pemungutan hasil kayu komersial dalam penebangan hutan berlebihan, disebut penggundulan, ( Megahan 1982 ) adalah sbb :
1. Mengurangi perlindungan, termasuk tajuk pohon, tajuk tingkat bawah dan semak belukar. Hal ini mengakibatkan energi tetesan air hujan semakin besar, dan mempercepat permukaan tanah lapis atas menjadi gundul.
2. Mengubah sifat tanah, menjadi padat, lepasnya butir-butir tanah, kehilangan bahan organic, penolakan air. Hal ini mengakibatkan berkurangnya peresapan air, dan semakin mudahnya pengikisan tanah.
3. Mengurangi transpirasi, meningkatkan gerakan udara dan menmgubah suhu,. Hal ini mengubah evapotranspirasi, yang biasanya menjadi berkurang.
4. Mengurangi massa perakaran, ini menurunkan daya rekat tanah, hal ini tidak berpengaruh buruk bagi jenis pohon yang tumbuh berdekatan membentuk rumpun.
5. Kehilangan fungsi menangkap air dalam keadaan hutan kabut, hal ini mengurangi presipitasi efektip ditempat.


e. Hutan Buatan

Menyimak dari pemungutan Hasil Kayu Komersial, suatu pilihan dalam pengendalian konservasi adalah pembuatan hutan atau disebut hutan buatan, keuntuyngannya adalah mempercepat regenerasi pepohonan. Salah satu juga alasan mengapa cara ini ditempuh adalah untuk memungkinkan pengelolaan yang lebih intensif dan pemungutan hasil lebih sering.

Praktek ini menuntut perencanaan yang akurat jaringan jalan pencapaian pohon yang diremajakan dan yang akan dipanen kelak, efek hidrologinya bisa diestimasikan, dan bisa digunakan sebagai pemeliharaan wilayah tangkapan air yang luas.

Pengalaman penanaman terencana pada lahan kritis Dari hutan primer, ditanam Leguminosae mengakibatkan laju erosi permulaan yang amat besar, khususnya dilereng yang curam. ( lebih dari 100 000 kg/ha/tahun ), tetapi setelah penanaman tumbuh membesar dan semak belukar dilapis bawahnya tumbuh, laju erosi menurun hingga ke level sebelum penanaman hutan buatan.

Penelitian menunjukan bahwa kenaikan erosi kerena penanaman hutan buatan, dapat ditekan sekecil mungkin dengan menghindarkan dari pengelolaan tanah.
Terutama pengelolaan tanah yang tidak mengikuti kontor lereng sehingga tanah yang baru terbuka dengan cepat dibawa limpasan air.

Informasi terbaik dari penyelenggaraan hutan buatan itu dari peneliti-peneliti hutan tropis di Queensland ( Cassels dkk, 1982); Hasil endapan yang rendah pada DAS yang tidak menggunakan pengelolaan tanah pada saat persiapan penanamannya, hal dimungkinkan sebab tanah belum terbuka semuanya.


f. Lahan rumput atau Sabana untuk Pengembalaan

Khususnya diwilayah Indonesia Timur seperti Pulau Flores, Pulau Timor Kupang, dan juga seperti di Sumba, lahan hutan yang tersisa, dahulunya adalah hutan-hutan yang ditebang dan diambil untuk kayu bakar, kemudian digunakan untuk pengembalaan ternak. Pembakaran sering dilakukan untuk mempercepat tumbuhnya rerumputan guna pakan ternak dan pengembalaan secara luas, terlebih pada saat perekonomian perdagangan ternak antar pulau sedang meningkat.

Bagaimana pengaruhnya terhadap tata air tanah ?, Proses menjadikan lahan hutan menjadi area pengembalaan dan sabana, sangat sedikit hasil penelitian yang membahasnya. Para pembuat kebijakan akan mempertanyakan sejauh mana hal ini membawa keuntungan pada penyelenggaraan DAS, penanaman pohon kembali diwilayah terseleksi adalah jawabannya, sehingga padang rumput dan sabana merupakan ikon pada hamparan yang luas yang menyiratkan bahwa disana ada kandungan air.

Penelitian lain menyiratkan didaerah tropis Australia, pengembalaan yang luas dan berlebihan dapat membentuk lapis keras “sumbat” yang membatasi masuknya air kedalam tanah, akibat dari injakan ternak dan kotoran ternak yang bereaksi dengan bakteri penghancur dan unsur hara tanah. ( Mott dkk, 1979 ). Mereka menemukan Hujan intesif yang turun diawal musim, hanya 25 – 30 % yang masuk kedalam tanah, akibat dari sumbatan tadi.

Pada lereng lahan berbukit, rumput tidak bisa menahan tekanan air yang mengakibatkan longsor dan derasnya erosi tanah, ( Low dan Burhanudin, 1981 ) mengatakan bahwa alang-alang yang tumbuh menutup bekas hamparan lahan hutan dengan kemiringan hingga 20 ยบ dan curah hujan 3320 mm mempunyai laju erosi relatif rendah, yaitu 3,5 t/ha/tahun.

Jumlah hewan lebih berpengaruh terhadap tingkat laju erosi dibandingkan jenisnya, setidaknya jikalau domba dibandingkan dengan sapi. Menurut pengamatan Lingkungan di Salandia Baru ( Hughes dkk 1998 ) bahkan hewan-hewan liar dengan kepadatan yang cukup rapat, dapat membangkitkan erosi yang serius dilahan rumput.


g. Reboisasi

Suatu alasan penting mengapa dilakukan reboisasi, adalah guna mengurangi laju erosi yang selalu terjadi pada penggunaan lahan bukan untuk hutan yang ada. Penelitian menyiratkan bahwa penanaman pohon pada lahan hutan yang semula terbuka, laju erosi menunjukan penurunan dengan cepat, hal ini dibuktikan dengan pengamatan endapan lumpur pada aliran sungai. Pengaruh baik lainnya dari reboisasi adalah pemulihan alur yang menjadi lebih stabil, setelah semak belukar terbentuk. Reboisasi dapat mengembalikan daya lekat akar pada tanah, dan menekan sekecil mungkin geseran tanah horizontal yang sering mengakibatkan longsornya tebing.

3. Penghalang Konservasi

Diabaikannya hak-hak rakyat termasuk hak untuk berperan serta dalam menentukan pembahasan pemanfaatan ruang wilayah konservasi dan mengetahui rencana tata ruang wilayah konservasi, telah menimbulkan pola dan wujud struktur dari penataan ruang wilayah menjadi tidak adil dan hanya diatur atas dasar kepentingan tertentu. Dan hal ini jelas telah melanggar UU No 24/1992 dan PP Tentang Peran Serta Masyarakat No 69 tahun 1996.
Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengaturan untuk konservasi dan kelemahan dari system penegakan hukum maka berdampak pada rendahnya kesadaran dan sikap pandang masyarakat terhadap pelaksanaan konservasi itu sendiri.

Tiada ulasan: