selamat berjumpa semoga tidak marah-marah

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS. 2:9)

In trying to deceive GOD and those who believe, they only deceive themselves without perceiving


Khamis, Januari 13, 2005

Rumah Starter

Rumah Starter.


Mengambil hikma dari sifat alam adalah terbatas, ketersediaan sumber daya adalah juga terbatas, bagaimana cara menangani pengungsi Aceh yang sedemikian besarnya dan harus melingkup sebanyak-banyaknya individu korban tsunami.

Dan jadikan semua peristiwa adalah pembelajaran, sehingga mengapa kita tidak memanfaatkan semua ini untuk mepotensialkan masyarakat setempat dengan bantuan yang ikut mengguyurnya.

Rumah starter adalah rumah inti dimana keluarga minimal bisa hidup dan berkembang, dan rumah sendiri bisa dikembangkan secara fleksible.

Konsep rumah ini bisa diwujudkan dalam rumah bertingkat, lantai dua atau empat, atau banyak. dan yang diambil adalah generiknya saja. Yaitu hal-hal yang pokok-pokok saja.

A. Rumah starter dalam bentuk Flat.

Tidak bisa disebut rumah, tetapi kamar-kamar yang terbagi, dalam satu kompound dan diatur dalam beberapa tingkat, hal generik yang harus ditanggung pemerintah dan bantuan asing lainnya terbatas pada konstruksi utama bangunan, kanstruksi dinding luar, konstruksi dinding pembagi, konstruksi lantai, kanstruksi sirkulasi vertical, penghawaan sudah diatur secara alamia sehingga perencanaan bentuk bangunan sebatas bentuk-bentuk linier, konstruksi saniteir termasuk pembuangan limbah makro, dsitribusi air bersih. Dan terakhir adalah konstruksi atap.

Jikalau tidak ada pencatutan dana bantuan masyarakat korban tsunami, perwujudan bangunan ini sangat cepat dan praktis, dan murah. Diusahakan setiap layer/ lantai bangunan jangan melebihi 40 rumah tangga, dan setiap tingkat jangan melewati empat lantai.

Dimana letak staternya, disebabkan keterbatasan konstruksi perluasan hunian setiap warga, maka starternya diharapkan tumbuh sebagai dorongan untuk mampu membangun ditempat lain dengan cara swadaya, selama kemampuan swadaya itu belum dimiliki, ia harus ditampung di rumah starter ini.



B. Rumah starter dalam bentuk unit sendiri dihalaman luas

Rumah, ya rumah sebab bangunan yang ditinggali satu keluarga itu hinggap di bumi, kemudian rumah starter yang dibiayai pemerintah dan dana bantuan itu terbatas pada konstruksi tiang utama, dinding luar, lobang-lobang jendela tanpa daun dan lobang pintu juga tanpa daun. Dan kontruksi atap, selebihnya adalah swadaya.

Bagaimana mengharap rumah starter itu berfungsi baik, apabila halaman yang disiapkan untu setiap unit rumah mencukupi, untuk wilayah perkotaan harus cukup dengan lahan 120 m2 sedangkan untuk wilayah pinggir dan perdesaan bisa lebih besar.





C.Menghitung ulang hak property korban bencana

Kesempatan baik, untuk mewujudkan Aceh yang lebih manusiawi. Jujur dan tidak mempermainkan hukum, adalah bagaimana menghitung asset property korban tsunami, satu hal yang ditekankan adalah tidak sejengkal tanah dari para korban stunami hilang tanpa ujung pangkal, kecuali yang tergerus oleh banjir dan limbasan air.

Bagaimana caranya, ya dipetakan ulang, ada peta Aceh setelah bencana, tetapi bagaimana mencari data peta Aceh sebelum bencana. Dari kedua data itu dijodohkan, mana yang terbaca dan ada warisnya, tetapi dalam penataan ulang Aceh, lahan itu sudah diperuntukan pada penggunaan lain, maka sipemilik pertama harus mendapat hak pergantian.

Saya melihat Tuhan Maha Pemurah, pasti tidak segelap itu menyelusuri hak property kurban tsunami, yang ingin diangkat dari pemikiran ini adalah penghitungan ulang sambil menata kembali kedepan bagaimana wujud Aceh mendatang, jadi jangan mengharap penataan ulang Aceh akan melahirkan Aceh sebelum bencana.

Penataan ulang Aceh akan melahirkan berbagai pemikiran, budaya Aceh harus tetap dilestarikan, budaya itu mempertemukan banyak perbedaan. Perwujudan space dari budaya itu adalah ruang yang luas berupa halaman yang disangkutkan kemana, kalau mau ditegakan syariat Islam maka untuk mewadahi budaya itu perlu halaman masjid yang luas, kalau budaya itu mau disangkutkan ke tata pemerintahan yang seperti sekarang ini, maka diperlukan halaman yang luas didepan kantor gubernuran, dan kalau budaya itu mau disangkutkan ke Keraton atau kerajaan Aceh terdahulu maka perlu dicarikan situs-situs keraton yang masih ada untuk tempat penambatan budaya tersebut.
Bagaimanapun juga bencana itu sifatnya spesifik, tetapi bantuan itu sifatnya umum, sehingga dua kutub ini jangan disatukan, contohnya kerena keterbatasan waktu maka rumah bantuan yang sekian ratus ribu unit diwujudkan dalam bentuk rumah unit standard yang cil cil cil, kecil, mencicil pembayarannya dan terpencil letaknya, sehingga akan menambah permasalahan baru, yang budaya hilanglah, antara lain.


Terima kasih




Ir.H. Siswoyo Seputro.

Tiada ulasan: