selamat berjumpa semoga tidak marah-marah

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS. 2:9)

In trying to deceive GOD and those who believe, they only deceive themselves without perceiving


Isnin, Julai 28, 2008

Bakso kesukaan anak- anak di Wonorejo

Senen, 30 Julni 2008.


Tengah malam ini juga Fifi minta kencing, kerena semua penuh maka Fifi saya kencingkan dari atas pintu sambil saya gendong, sementara KA berhenti menunggu lintasan kereta di depannya dari arah berlawanan.

Dan sekitar jam tiga pagi saya kencing diatas lokomotif, rupanya ada tangga yang menghubungkan lokomotif dengan penumpang dibelakangnya

Jam 05.00 Kereta memasuki stasiun Wonokromo, saya turun sekeluarga dan langsung mencari masjid didepan stasiun Wonokromo, memang harus berjalan terlebih dahulu menyusuri jalan didepan stasiun kereta pagi ini, kemudian menaiki tangga penyebrangan dan setelah bertanya kemudian diketemukan masjid dan berlari anak- anak kesana dan langsung memasuki Masjid dan berwudhlu, sebab sejak kemaren siang tidak menemukan air, sekarang air berlimpah segar rasanya, kemudian shalat shubuh.

Setelah itu makan nasi soto didepan masjid dan dengan lahapnya empat mangkok habis terbagi untuk Fifi, Yasin, ibunya dan saya.

Sekarang bergerak lagi menuju tempat pemberhentian bus kota untuk menghubungkan ke terminal bus Bungur asih, dan disini menunggu cukup lama, saya sambil mengukur stamina Yasin dan Fifi jangan sampai kekurangan.

Betul juga menunggu disini cukup lama di pertigaan ujung setelah Mall Wonokromo kearah Timur.

Bus itu datang dan menaiki dengan bergegas sebab bus itu di ijinkan sebentar saja berhentinya oleh polisi.

Bus pun berjalan dan Fifi sempat bertanya ini dimana pa, di Surabaya kataku menjelaskannnya.

Saat bus melewati supermarket Giant, Yasin sempat mengingatkan bahwa ia Aswan dan Saya sempat di ajak oleh pak Yatno untuk belanja lauk malam- malam untuk dimasak sendiri.

Memasuki Terminal Bungur asih kemudian berganti bus menuju ke Probolinggo, untuk ini saya menawarkan pada anak- anak untuk mengambil dua tempat duduk sebab harganya cukup mahal yaitu Rp 23 000, - satu tempat duduk, dua tempat duduk kalau di duduki bertiga dengan yasin ditengah masih cukup, sebab tempat duduk bus patas Asri Jatim ini cukup lebar, setelahmenunggu lama untuk penuhnya bus ini maka bus berangkat dan setelah bus berangkat anak- anak tidur di pangkuan, Yasin saya pangu dan Fifi di pangku ibunya.

Saat mendekati Dam Penahan Lumpur Porong Sidoharjo anak- anak dan istri saya bangunkan untuk bisa memperhatikan lumpur dari dekat, tetapi dam itu sangat tinggi sehingga keadaan lumpur tidak terlihat sama sekali, yang diperhatikan hanyalah tanah tinggi saja.


Setelah itu anak- anak tidur lagi tertiup AC didalam bus, beberapa kota sudah dilewati kota Bangil yang mana disini istri saya sangat berkesan dengan banyaknya pedagang klepon dan murid santrinya yang belajar disini.


Saat selepas Bangil memasuki wilayah Pasuruan, lama sekali terasa bus ini untuk melipat sampai di ujung perbatasan Pasuruan dan Probolinggo, sebab kalau sudah sampai di wilayah Probolinggo perasaan ini bisa aman.

Terminal Bus Probolinggo pun dimasuki dan saya sekeluarga dengan penumpang yang lain ikut turun, dan mulai mencari bus menuju ke Lumajang, disini sebagai rasa besar hati saya mengambil tempat duduk tiga ternyata tempat duduk tiga senilai Rp 21 000,- itu mubazir, sebab toh Fifi tertidur di pangkuan saya dan Yasin terkantuk-kantuk sendirian dan akhirnya minta tidur disamping saya juga.


Kota Lumajang dan Terminal Wonorejo pun dimasukin, semua turun dan Fifi berlari mengikuti Yasin yang sudah berlari terlebih menuju rumah tingal Yang Tri nya atau ibu saya.

Kerena ia tidak hafal maka jalan kecil yang memotong jalan raya tak diperhatikannya, hanya saja setelah saya belok arah memasuki gang dan berjalan saya dengan Yasin berlari- lari dibelakang, akhirnya rumah terketuk ibu saya keluar dengan wajah ketuaanya.


Sayur bening sudah dipersiapkan oleh ibu dan saya langsung makan, dengan isiannya buah kelor, yang kalau di Jakarta hampir tidak pernah dimakan, sebab mencari bahannya saja susah.

Pariode berikutnya adalah mandi dan persiapan shalat Dluhur kemudian suilaturahmi ke Almarhum tetangga pak Jaiman yang tiga bulan yang lalu meninggal dunia.

Anak- anak menanti pedagang bakso yang lewat depan rumah dan mulai makan siang. sementara itu saya mencuci semua pakaian yang dipakai berangkat, baunya dan debu perjalanan sangat kental. setelah itu tertidur pulas kecapeaan

Tiada ulasan: