selamat berjumpa semoga tidak marah-marah

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS. 2:9)

In trying to deceive GOD and those who believe, they only deceive themselves without perceiving


Khamis, Mei 08, 2008

RSCM-Hotel Dusit Mangga Dua-Bandara Cengkareng

Senen, 28 April 2008.


Berangkat ke RSCM untuk mengantar Yasin transfusi, Hbnya Yasin sejak Jumat yang lalu diketahui 7.00 sudah waktunya untuk ditransfusi. Sebab hari ini akan banyak menghadapi hl-hal yang luar biasa maka saya berpuasa hari ini. Perjalanan ke RSCM berangkat jam 05.25 terhalang kemacetan sejak di Cibubur, kemudian disusul di Celilitan, anehnya setiap akan belok kiri menuju Jakarta ujung kemacetannya terlihat dihadapan mata, ini berarti kemacetannya sangat parah,.

Untuk itu ambil jalan lurus ke Cempaka putih dan belok kiri menuju Senen dan belok kiri lagi menuju PMI Kramat, Lama tidak naik kereta api sehingga sewaktu kereta ekonomi yang jelek itu melintas dipelintasan Senen sempat memperhatikan lama-lama.

Sesampainya di PMI Kramat jam 08.10 dan antrian masih diisi tiga keluarga thalasemia yang juga mengambil darah cuci. Saat menunggu itu para ibu yang mengantar putra putrinya thalasemia, berceritra jikalau ia yang sudah sedemikian ini masih juga didatangi orang untuk di pinjami uang.

Jam 08.20 mulai dipanggil nama-nama yang telah memasukan secarik kertas pengambilan darah, hari ini Yasin mendapatkan darah dua kantong berarti besok satu kantong lagi, setelah itu secepatnya bermotor ke RSCM dan dilampu merah salemba disana langsung berhenti jalan kaki untuk memotong arus lalu lintas di jalan Salemba

Sebelum naik keatas keruang transfusi sempat membelikan nasi goreng buat Yasin, detik detik berikutnya adalah sedikit mengkhawatirkan melihat gelagatnya Yasin tidak gembira, nasi goreng dimakan diruang transfusi sebelum transfusi dilakukan, setelah saya meminta NACL beberapa cc untuk pengantar darah sebelum darah dimasukan, berikutnya suster ruangan yang melakukan mencari pembulu darah vena di pangkal punggung telapak tangan kanan Yasin.

Darah telah mengalir.

Tiba-tiba berdering Hp datang dari seseorang yang belum saya kenal tetapi dari daftar telepon yang tertulis adalah rumah sakit internasional, saya mencoba berhubungan balik susah masuknya. kemudian sms masuk tertulis, saya sudah datang di Jakarta, dari mana pikirku, saya ada di hotel Dusit Mangga Dua, datang untuk membicarakan jadwal pengerjaan perencanaan rumah sakit internasional.

Saya gembira menerima telepon sedemikian dan memberitahukan ke Yasin bahwa sebentar kita ke hotel Dusit Mangga Dua untuk rapat pembahasan perencanaan rumah sakit internasional.

Yasin tidak menanggapai secara serius.

Dua kantong darah telah selesai, tetapi ada perubahan pada wajah Yasin, yaitu tidak segar pemandangannya, berarti akan ada apa- apa ini, betul juga sewaktu bermotor menuju hotel Dusit Mangga Dua, sekitar 2 Km sebelum hotel, saat terdengar adzan dlhuhur, dimana saya berhenti untuk akan mengerjakan shalat, saat itu Yasin muntah-muntah, ini pengaruh transfusi saya berusaha mendudukan nya dikursi yang ada diruang terbuka sedikit, situasi daerah itu adalah sangat padat, mesjid yang dituju terletak didalam gang.

Agak lama mengendalikan moodnya Yasin yang hancur berantakan, sewaktu berjalan menuju ke ruang wudhu kembali muntah, saya dudukan dihalaman terbuka, dan dihalaman itu yang telah dikeramik rapi saya melihat banyak pakaian bertumpuk dan beberapa almari yang disandarkan pada dinding yang tak beratap.

Rupanya saya berada di belakang gardu besar PLN, dimana halaman kosong didepannya tadi sewaktu saya datang dan Yasin muntah, adalah halaman dimana mobil besar PLN parkir untuk memperbaiki gardu apabila gardu terganganggu.

Dibelakang gardu PLN tersebut, yang halamannya telah dikeramik rapi putih dengan pagar sebatas paha yang dijadikan tempat duduk tembok, dimana saat ini Yasin duduk menenangkan diri, datang seorang ibu tua seumur ibu saya, dan semua barang-barang yang ada di belakang gardu itu adalah miliknya.

Padahal ia berada tidak ada atapnya, dan itu yang dianggapnya rumah, ia melihat Yasin kondisi sedemikian gemetar dan menahan mual kerena pengaruh transfusi, ia yang tak mengetahui berusaha untuk mencari minyak kayu putih, itu adalah instink seorang ibu kalau melihat anak kecil muntah-muntah, tetapi ia tak lagi memiliki kerena miskinnya, saya berusaha baik kepadanya, sambil mengurus Yasin.

Setelah lama dalam kondisi sedemikian, gemetar dan menahan mual, dan berniat untuk tidak muntah lagi, saya ajak mendekati air wudhlu dan saya hapus ujung celana panjangnya yang tersiram muntahannya, memang basah tetapi berniat mendekatkan diri untuk selalu ingat pada Allah.

Wudlhu telah dilakukan dan berjalan menyisiri dinding masjid untuk mencari pintu masjid, sandal dan sepatu dilepas diujung pintu dan Yasin saya baringkan didalam masjid dan mulai shalat dlhuhur, Yasin shalat sambil baring dan saya imamnya shalat berdiri disampingnya, posisi shalat sedemikian diperhatikan oleh makmum yang lain, sebab saya yakin posisi shalat sedemikian mereka tak pernah menjumpainya.

Bermotor lagi menuju Hotel Dusit Mangga Dua yang sudah dekat, Yasin terlihat sudah mulai stabil, tapi ia perlu baring pikirku, setelah bertanya beberapa kali keberadaan hotel tersebut, akhirnya hotel itu diketemukan, terletak dijalan kecil yang bermuara dua jalan besar, jalan besar satunya adalah jalan besar Mangga Dua.
Kini hotel itu berubah nama menjadi hotel Granduer Mangga Dua.
Parkir motor di depan hotel yang ada pusat perbelanjaan nya


Jam 12.50 sudah di hotel Dusit Mangga Dua, menunggu pertemuan dengan seorang bapak yang menghubungi saya sewaktu saya masih di ruang perawatan, nungguin Yasin yang sedang ditransfusi.

Saat Yasin sudah agak tenang ia saya dudukan di kursi dekat loby cafe hotel dusit mangga dua.

Orang yang saya hubungi ternyata ia masih dikamar dilantai atas, ia sudah sepakat akan turun secepatnya setelah saya hubungi memberi tahukan jikalau saya sudah sampai di hotel.

Kemudian seseorang bapak tua dengan pakaian serba biru kehitaman, kecil badannya seperti pak Iskandar, Cuma lebih kecil lagi, ia terlihat di atas tangga lobby di tengah ruangan sedang menghidupkan telepon genggamnya, saya yang merasa Hpnya bergetar, berarti saya sedang dihubungi maka saya memberi tanda dengan mengacungkan tangan untuk menunjukan keberadaan saya.

Saya jelaskan perihal kedudukan anaku Yasin dalam pertemuan bisnis hari ini, setelah saya jelaskan panjang lebar mengenai penyakit maka ia bisa menerima, saya dipersilahkan untuk memesan makanan, saya katakan bahwa saya puasa.

Lokasi lahan di Waru, simpang Waru, bundar Waru, dengan luasnya mendekati 5 hektar are, 1 hektarnya akan digunakan untuk rumah sakit internasional.

Setelah menyerap segala informasi yang diuraikan oleh bapak Yokubus, ternyata bapak Yokubus ini tinggal di Surabaya, bari tadi pagi ia datang ke Jakarta, kemudian menghubungi saya yang sedang di rumah sakit Cipto mangunkusumo.

Pak Yokubus ini adalah si pemilik lahan di Waru Surabaya, segala ijin untuk mendirikan rumah sakit internasional sudah di kantongi, ia sekarang sedang mencari konsultan.

Kemudian ia menerangkan jikalau pertemuan ini bukan dia yang membiayai, ia hanya menyediakan lahan, sedang pembiayaannya ada di tangan Bank Dunia, saat ini ia sedang menelpon seseorang yang dikenalkan kepada saya bahwa ia adalah orang Bank Dunia.

Setelah dicapai kesepakatan untuk berjumpa hari ini juga ia menelpon ke orang Bank Dunia untuk minta berjumpa dimana, terdengar jawaban bahwa ia bersedia jumpa di rumah makan pagi sore di kawasan Cempaka Putih.

Kemudian Saya Yasin dan pak Yokubus keluar dari hotel Dusit Mangga Dua, sementara pak Yokubus mencari taksi saya mendudukan Yasin didepan Patung Singa simbol hotel Dusit Mangga Dua ini, gemericik air mancur yang indah tak lagi bisa di nikmati sebab Yasin terlihat sedang menahan mualnya, bisa- bisa muntah ia.

Taksi datang, setelah taksi dalam posisi berhenti di depan saya, pak Yokubus yang duduk dibelakang ia pindah kedepan dan pintu belakang yang masih terbuka saya masuk dengan Yasin terlebih dahulu memasukinya.

Kemudian terlihat taksi belok kanan menuju Cempaka Putih, jalanan macet di mana- mana sambil berjalan itu saya berusaha menjalin informasi perihal pertenmuan yang baru berlangsung, dari orang- orang yang tak dikenal sebelumnya dan sekarang terbahas dalam pembicaraan kerja merencanakan rumah sakit.

Saya memperhatikan waktu, mengapa lama sekali perjalan ke Cempaka putih ini, terlihat Hp pak Yokubus berbunyi ternyata dari orang yang ngakunya Bank Dunia dan ia memberi arah kepada supir taksi dimana letak rumah makan pagi sore itu berada.

Taksi memasuki kawasan kemayoran untuk mencoba terlepas dari kemacetan di kawasan senen dan tembusnya juga di jalan cempaka putih setelah putar balik belok kiri memasuki kawasan rumah sakit Islam Jakarta dan tersu masuk dan ternyata kemacetan didlaam sangat parah, belok kanan dan menyusuri perlahan- lahan sampailah di rumah makan pagi sore.

Saat baru turun dari taksi, yasinnya mengatakan akan muntah, secepatnya saya masuk ke Rumah Makan dan akan melangkah ke toilet, belum bergerak Yasinnya sudah ngak tahan, ia muntah di loby ruangan makan, dimana banyak juga orang yang makan disitu.

Masuk ke toilet membersihkan mukanya Yasin dari percikan muntahan dan kembali terlihat segar, saya papa ia menuju kursi dimana bapak Yokubus sedang berhadapan dengan seseorang, saya pikir ya itu pasti orang yang ngaku Bank Dunia.

Perkenalan agak dingin sebab yasin masih terlihat sakit, kemudian pembicaraan bertiga terlihat intensif, beberapa point yang saya simak dari pembicaraan dengan orang bank dunia tersebut adalah:

1. Ia membutuhkan konsultan arsitektur yang berbadan hukum untuk merencanakan rumah sakit internasional di Surabaya.
2. Ia sekarang sedang menangani suatu pembicaraan dengan Timor Timur dalam bantuan bank dunia membangun rumah sakit.
3. Ia membutuhkan banyak tenaga akhli pemikir untuk merumuskan bentuk bantuan-bantuan atas nama bank dunia.

Tetapi dari pembicaraan yang panjang lebar itu saya simpulkan saya sedikit ragu terhadap orang tersebut.

Sebelum saya meninggalkan ruang makan itu, sebab setelah diketahui jikalau saya berpuasa hari ini, maka rapat pertemuan tidak makan apa- apa, mengingat saya akan ke Bandara Cengkareng malam ini saya membutuhkan makanan maka saya pesan dua bungkus nasi padang dengan masing- masing berlauk rendang dan kikil, air minum dan jus jeruk dua.

Jam 15.29 Saya permisi, kemudian bertaksi lagi dengan Yasin menuju hotel Dusit Mangga Dua atas biaya Pak Yokubus, untuk mengambil motor, didalam taksi saya bisa berfikir ulang apa yang telah terjadi, terlintas pemikiran bahwa pertemuan tadi adalah seperti ayam yang baru melihat musuhnya, saling mengukur, saya memperkirakan bahwa ada unsur yang tidak percaya, perjalanan taksi ini cukup lancar sebab saya minta untuk melewati jalan Cempaka Putih Raya kemudian belok kiri jalan Akhmad Yani kalau lurus ke Tol kemudian belok kiri menuju senen tetapi belok kanan lagi masuk kemayoran dan tembus Mangga dua.

Biaya yang dikeluarkan untuk pulang sebanyak Rp 35 000,- yang Rp 5 000 saya berikan kepada Dedy si Supir Taksi yang berasal dari Pekanbaru, ia masih berdarah Suku Sakai dan yang Rp 10 000,- saya berikan kepada Yasin dan sisanya sebanyak Rp 50 000,- untuk biaya menjemput Tyas ke Bandara.

Dalam perjalanan di atas Taksi mang Dedy bertanya adakah shalat ruh pak, maksud shalat ruh bagaimana, yang ada shalat ghoib, tetapi maksudnya adalah ruh kita yang shalat dan badan kita tidak, dengan cepat saya jawab bahwa hal itu tidak ada.

Setibanya di hotel Dusit Mangga Dua, taksi saya suruh masuk kedalam hotel dan saya turun dengan Yasin di depan pintu Loby hotel, kemudian saya papa Yasin untuk kekamar kecil Hotel yang tadi saya tinggalkan tetapi keadaan loby sudah dirobah formatnya untuk menyambut makan malam dengan macam hidangan yang akan di jual malam nanati.

Dikamar kecil di belakang Cafe Loby hotel, yasin sedikit muntah dan saya hapus lagi mukanya dngan air, kemudian saya pastikan bahwa sekarang perjalanan menuju ke Bandara.

Keluar dari cafe loby hotel langsung menuju temnpat shlata ashar sebab tempat shalatnya ada di bawah halaman parkir, untuk itu diberi arah oleh penjaga yang ada di loby dimana pintu keluarnya.

Setelah sesampainya dibawah, dimana sekarang tempat Shalat, Yasin menunjukan itu pak ada tulisan Musholah, kesana saya berjalan berdua dengan Yasin dan melepas semua perlengkapan tanpa ada perasaan sesuatu apapun kecuali shalat Ashar.

Keluar dari hotel perasaan tenang, berjalan berdua menuju parkir sepeda motor didepan hotel, setelah membayar Rp 2 000,- kemudian keluar belok kanan menuju jalan Mangga Dua, setelah itu belok kiri menuju Beos, kemudian belok Kiri menuju jalan Veteran, kemudian tembus ke Mahkamah Agung, Gambir, Patung tani dan memasuki Cikini dan RSCM.

Setelah motor diparkir dihalam emergency RSCM saya sempatkan membeli jeruk sekilonya Rp 12 000,- Yasin makan satu butir jeruk susahnya setengah mati, maksudku untuk mencegah mualnya bangkit lagi.

Diatas Metro Mini 49 dari RSCM ke Rawamangun membayar Rp 3000,- berdua untuk mencapai bus bandara di terminal bus Rawamangun.

Bus Metromini berjalan dengan kecepatan tinggi sore hari ini, dan sempat serempetan setelah lampu merah di perempatan jalan Utan Kayu dan Ahmad Yani untuk memasuki Rawamangun, serempetan sesama metromini.


Perjalanan sore ini mengingatkan saya peristiwa 20 tahun yang lalu sewaktu akan berangkat ke Belanda.

Sebelum pintu masuk terminal semua penumpang diturunkan, saya turun bersama Yasin dan berjalan menuju bus Bandara yang sedang parkir, saya bergegas menuju bus sebab khawatir di tinggal bus saat saya berada di belakang bus, jam 17.20 sudah naik bus, bus dalam keadaan kosong, sedikikitnya penumpang mungkin tidak ada yang berangkat sore ini.

Bus berjalan juga saat jam menunjukan 17.35 merembak kemacetan di ujung jalan terminal dan langsung tembus ke jalan Pemuda untuk mencari jalan Tol.

Sebelum memasuki Jalan Tol Akhmad Yani saat itu terdengar lamat- lamat suara adzan,jam menunjukan 17.55 serentak saya memohon doa pada Allah untuk bersyukur bahwa puasa itupun akhirnya terjalani dengan baik. Buka puasa dengan minum air putih gelas plastik dengan sebutir jeruk. Betapa bahagianya masih bisa bertakwa pada Allah.

Ada tetangga duduk yang hendak pergi ke Sulu, Sulawesi, ia yang berprofesi sebagai lembaga keuangan untuk mencoba menyelesaikan permasalahan hutang-hutang khususnya kendaraan mobil.


Jam 18.03 bus sudah didepan kawasan Kelapa Gading, terlihat tembakan cahaya dari bangunan tinggi yang dibangun untuk menjawab kebutuhan rumah tinggal dikawasan kota Jakarta.

Jam 18.45 mulai memasuki kemacetan yang parah di Rawa bebek, kemacetan sampai berhenti total selama 1 jam, setelah itu kendaraan lancar.

Jam 20.05 telah tiba di Bandara Cengkareng, dan yang dituju pertama adalah tempat shalat sebab belum mengerjakan shalat Maghrib dan Isya, saat itu di terminal Lion Air tempat shalat pria sedang diperbaiki sehingga gabung dengan tempat shalat wanita, untungnya malam ini sudah sangat sepi.


Berjalan menuju pintu keluarnya para penumpang yang baru turun dari pesawat, Yasin sempat protes untuk mencari tempat duduk, tetapi saya jelaskan bahwa mbak Tyasnya kalau keluar ada di pintu sini, sehingga Yasin mau mengikuti, kemudian saya naik keatas untuk mencari tempat datar sebagai meja makan, dan dapat di raling tangga tempat orang melihat penerbangan.

Mulai makan berdua dengan Yasin, minuman yang banyak terhidangkan, dan makanan nasi Padang mulai dimakan, ber lauk kikil dengan rendang tanpa sambal sehingga hambar, Yasin makannya sedikit, saya masih menyisahkan nasi berlauk rendang barangkali saja nanti Tyas suka makan.

Makanannya sangat enak, kikilnya sudah sedikit agak menuju basi. Sementara dipelataran bawah banyak penumpang yang baru datang, setelah makanan habis mencoba berbaring di tempat datar tadi dan mulai tidur- tiduran melepas lelah seharian, diatas langit terlihat bintang dan pesawat yang sedang manufer pendaratan.

Yasin berbaring di sisi raling kanan dan saya disini, sehingga praktis kedua raling itu saya tiduri dengan Yasin.

Tempat berbaring ini hanya satu setengah mater lagi sudah ujung atap bandara, terlihat ukiran- ukiran diujung kolom besi dan jajajaran balok besi bundar menutup atap bandara dan dibagian bawah bisa melihat banyaknya penumpang dan penjemput yang bejalan.

Jam 22.00 akhirnya tiba, Tyas yang ditunggu dari tadi sudahy keluar, sementara Yasin masih buang air saya jemput berdua dengan Tyas, dan setelah itu bergegas menuju tempat kedatangan bus dan bus jurusan Rawamangun datng menghampiri, langsung naik, menyewa dua kursi untuk diduduki bertiga sebab Yasin masih cukup kecil untuk dipangku.

Perjalanan menuju Rawamangun malam ini lancar, dan perjalanan itu hanya ditempuh 1 jam 20 menit. Setelah keluar di pintu tol Pramuka saat bus belok kiri menuju terminal Rawamangun, saya turun di halte, kemudian bertiga berjalan balik menuju perempatan Pramuka.

Yasinnya masih ngantuk, males untuk alan lagi, dan setelah berada diujung jalan Pramuka, mulai mencari taksi, perhitungan saya dari sini menuju RSCM taksinya berbiaya Rp 10 000,- dan tepat juga meteran menunjukan angka tersebut saya turun tepat didepan Emergency RSCM.

Jam 23.30 langsung mendaftar di bagian kartu Emergency, dan setelah mendapat kartu masuk, berjalan bertiga menuju bagian anak- anak dimana Thalasemia berada, disana hanya ada satu bed bekas pasien. Yasin ngak peduli kihat bed langsung naik tepat tidur untuk tidur, walau disisi kanannya agak jauh terdapat tiga orang yang sedang gawat kondisinya.

Tiada ulasan: