selamat berjumpa semoga tidak marah-marah

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS. 2:9)

In trying to deceive GOD and those who believe, they only deceive themselves without perceiving


Khamis, Mei 07, 2009

MK Menolak usulan calon persiden dari perseorangan

Rabu, 18 Februari 2009.



Jam 05.50 Berangkat kekantor dengan Astari yang ikut sampai Cileungsi, pagi masih kental, motor enak dikendarai, dan sempat membeli premium senilai Rp 8000,-

Dalam perjalanan kekantor sangat termenung dengan keputusan pengadilan yang memutuskan bahwa calon presiden harus diusung dari pertai, saya yang berkeinginan untuk menjadi presiden republik indonesia sedikit terganggu, sebab rakyat harus berjuang kalau tidak lima tahun ini rakyat tidak mendapatkan apa- apa.

MK Tolak Capres Independen
Wednesday, 18 February 2009
JAKARTA (SINDO) – Calon presiden (capres) yang akan diusung dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2009 harus dari partai politik (parpol) atau gabungan parpol.


Kepastian ini didapat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pasal yang menyebut pasangan capres-cawapres diusulkan oleh partai atau gabungan partai tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Ketua MK Mahfud MD menyatakan, lembaganya menolak seluruh permohonan yang menggugat isi Pasal 1 angka 4, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 13 ayat (1) UU No 42/2008 tentang Pilpres dan Wakil Presiden.

”Dalil-dalil permohonan para pemohon tidak beralasan.Menyatakan permohonan para pemohon ditolak seluruhnya,” ujar Mahfud saat membacakan amar putusan MK di Jakarta, kemarin. Fakta hukum yang menjadi pertimbangan putusan MK yaitu frase ”partai politik atau gabungan partai politik” untuk mengusung pasangan capres-cawapres sejalan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

Pasal-pasal tersebut juga dinilai tidak diskriminatif karena siapa saja yang memenuhi persyaratan dalam UU 42/2008 boleh menjadi capres-cawapres tanpa harus menjadi pengurus partai atau anggota parpol. Keputusan MK merupakan hasil sidang pleno MK yang dihadiri delapan hakim konstitusi,yaitu Maruarar Siahaan, Maria Farida Indrati, Achmad Sodiki, Abdul Mukhtie Fadjar, M Akil Mochtar, M Arsyad Sanusi,dan Muhammad Alim.

Dalam putusan itu tiga hakim konstitusi mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion), yakni Abdul Mukthie Fadjar, Maruarar Siahaan, dan Akil Mochtar. Abdul Mukhtie Fadjar menyatakan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 dengan tegas menentukan prinsip bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak, dan kesempatan sama dalam pemerintahan. Karenanya capres-cawapres hanya perlu memenuhi syarat Pasal 6 ayat (1) UUD 1945.

”(Meski) secara realistis tidak mungkin untuk Pemilu 2009, namun pada Pemilu 2014 atau 2019 dapat diwujudkan,” ujar Mukhtie. Ditambah lagi aspirasi untuk mengikutsertakan calon perseorangan dalam pemilu presiden pernah diusulkan oleh Komisi Konstitusi yang dibentuk MPR dalam rekomendasi tentang Perubahan UUD 1945. ”Memang Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 seolah-olah telah menafikan calon perseorangan.

Seharusnya aspirasi yang hidup perlu mendapatkan saluran,” ungkapnya. Maruarar Siahaan menambahkan, tafsir Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 mengesampingkan pasal-pasal UUD yang lain seperti Pasal 28, 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (3),dan Pasal 28I ayat (2). ”Tafsir Pasal 6A ayat (2) yang mengesampingkan pasalpasal UUD yang disebutkan itu pasti menggambarkan kerancuan berpikir yang tidak logis dalam paham konstitusionalisme dalam kehidupan bernegara,”katanya.

Pemerintah dan DPR membedakan antara rezim pemerintah daerah dan rezim pemilihan umum, sehingga calon perseorangan yang diperbolehkan pada pemilihan kepala daerah tidak bisa diberlakukan dalam pilpres. Hal ini juga yang dijadikan alasan Maruarar untuk dissenting opinion. Sebagai kategori pimpinan eksekutif negara, kepala daerah ataupun presiden dinilai masuk dalam kategori yang sama. ”Tidak terdapat alasan mendasar untuk membedakan keterpilihan (electability) presiden sebagai pimpinan eksekutif nasional dengan kepala daerah sebagai pimpinan eksekutif lokal,” paparnya.

Akil Mochtar menambahkan, perbedaan tafsir yang terjadi atas pilkada dengan pilpres terjadi karena perubahan pasal-pasal UUD 1945 dilakukan dalam tenggang waktu yang berbeda dan dalam konteks persoalan yang juga tidak sama. Hal ini mengakibatkan pilpres diatur dalam Pasal 6A UUD 1945 dan pemilihan gubernur dan bupati/wali kota diatur oleh Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Padahal, lanjut Akil, kedua pasal itu mengatur tata cara dan prosedur dalam rekrutmen jabatan publik.

Meski dalam level yang berbeda, keduanya juga melakukan proses elektabilitas.”Pilkada sebelumnya hanya dilakukan atas usul parpol, tapi kemudian dimungkinkan ada calon perseorangan,” ujarnya. Capres independen Fadjroel Rachman yang sekaligus menjadi pemohon dalam uji materi tersebut mengaku menerima putusan MK.Walau begitu dia tidak akan menghentikan kampanye sebagai capres independen. ”Saya tidak akan berhenti atau mundur dari pencalonan saya.

Ini adalah sebuah awal dari perjuangan,” tekad Fadjroel seusai mengikuti sidang pleno putusan uji materi di Gedung MK kemarin. Fadjroel menyatakan, dissenting opinion oleh tiga hakim konstitusi itu semakin membesarkan hatinya untuk terus melegalkan calon perseorangan, meskipun tidak bisa direalisasikan pada Pemilu 2009. Menurut dia, penolakan MK lebih bersifat konstitusional ketimbang penolakan terhadap ide dan gagasan capres independen itu.

”Permohonan ini bukan ditolak sebagai gagasan dan ide, melainkan karena landasan konstitusi,” tutur mantan aktivis 1980-an ini. Pengamat politik Universitas Paramadina Bima Arya Sugiarto yang sekaligus ahli pemohon dalam uji materi, juga memastikan langkah mengegolkan calon perseorangan untuk bisa bertarung di pilpres bukan semata-mata untuk menggadang tokoh tertentu. Sebaliknya, demi keberlangsungan sistem presidensial yang selama ini dianut oleh sistem politik di Indonesia.

”Ini adalah fase awal. Kami yakin akan bisa merealisasikan amendemen kelima UUD 1945,”ujar Bima. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Saiful Mujani dalam keterangannya sebagai ahli dalam amar putusan MK itu menyebutkan, 75% responden setuju bahwa setiap warga negara punya hak untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Sekitar 50% responden menyatakan pencalonan oleh parpol mengurangi atau membatasi hak politik warga.

Lalu di atas 65% responden setuju pencalonan presiden tidak harus hanya oleh parpol, tapi boleh juga individu atau kelompok masyarakat. Survei itu dilakukan pada Juni 2008 dengan melibatkan 1.300 responden. Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta menilai putusan MK sudah sesuai semangat undang-undang.

Menurut Andi, meski Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, banyak kewenangan Presiden yang membutuhkan dukungan parlemen. ”Jadi minimal calon pasangan itu punya dukungan awal. UU menentukan dukungan awal 20%,” ujar Andi di Jakarta kemarin. (rd kandi/ maya sofia)


Saya hanya seorang pegawai negeri biasa saja, cuma greget sekali kok melihat negara seperti ini.

Jam 07.25 Petugas Pengiring bus umum itu yang sering disebut orang sebagai kernet bus berlari turun kebawah dan menghalangi kendaraan yang akan menyalip dari kiri sebab ada beberapa penumpang yang akan turun dari bus metromini itu, itu baik sebab ia bekerja dengan nilai lebih, saya langsung mengangkat tangan sebagai hormat, sebab bukan berarti Tuhan tidak mengetahui peristiwa kecil itu.

Jam 07.31 sudah masuk kantor, ternyata yang datang lebih pagi sudah ada lima orang, saya datangi mereka untuk menyalami atas kehebatannya, sebab saya untuk mendapatkan kedatangan sepagi ini sudah beberapa kali bertemu dengan angin dan orang dan mobil dan tikungan dan polisi yang berbaris dipagi hari, dan kecepatan motor yang ngak stabil.

Tiada ulasan: