selamat berjumpa semoga tidak marah-marah

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS. 2:9)

In trying to deceive GOD and those who believe, they only deceive themselves without perceiving


Khamis, Januari 17, 2008

Perjalanan ke Jepara

Senen, 3 Desember 2007.


Jalan gelap sewaktu keluar dari rumah sekitar jam 03.00 pagi masih menghadang dihadapan, rasa kantuk mendadak hilang setelah dihadapkan pada tantangan bahwa saya malam ini dalam posisi sendiri, sedemikian sendirinya sehingga terasa hadirnya Tuhanku menyertai diriku.

Ada sedikit rasa khawatir, sebab beberapa hari belakangan ini motor yang saya kendarai ini telah beberapa kali mengirimkan saya ke bengkel dengen sederet kerusakannya, khawatir berikutnya adalah bagaimana jikalau ada paku yang menancap sehingga saya harus mencari pertolongan di pagi hari seperti ini dimana orang pada tidur nyenyak, dan yang sangat menghawatirkan adalah bagaimana kelanjutan perjalanan ke airport pagi ini sebab jadwal lapor di terminal Cengkareng jam 05.30.

Alhamdulillah saya harus bersyukur sewaktu shalat shubuh di rumah pak Marsudi. di kawasan Kampung Rambutan. dan sewaktu pak Marsudi mau mengantar menuju ke parkiran bus Damri Bandara. dan tidak beberapa lama setelah saya naik bus, bus pun berangkat menuju terminal, saat itu rasa kantuk pun datang sehingga saya membiarkan kantuk menyelimuti dan tertidur untuk sesaat.

Perubahan bagi penumpang bus, sekarang tidak lagi di turunkan disisi lobby terminal, tetapi diturunkan di seberang, yang dahulunya lapangan parkir, sehingga setelah turun dari bus diharuskan menyebrang jalan dimana banyak mobil- mobil pribadi dan taksi yang lewat, tetapi mereka juga tahu jikalau ada lintasan penumpang bus yang pasti lewat sehingga pengemudi taksi dan mobil pribadi siap berhenti sewaktu- waktu apabila dilihat ada yang menyebrang.

Sewaktu memasuki pintu masuk untuk penerbangan Sriwijaya Air, yang saya akan terbangi untuk menuju kota Semarang pagi ini, terlihat di meja loket jurusan emarang masih sepi, hanya ada lima penumpang yang telah melapor pagi ini, untuk masalah ini jikalau ini masih di area Indonesia, sebaiknya kita yang erkebutuhan datang lapor lebih aal lebih baik, sebab sering terjadi nama kita hilang dijual untuk penumpang yang lebih membutuhkan dengan alasan anda telah terlambat melapor.

Pagi ini saya terbang tidak dengan membawa bagasi, sehingga setelah membayar airport taks sebesar Rp 35 000,- lantas naik keanjungan, tetapi sebeblum sampai di anjungan sempat melihat nama suatu lokasi yang tertera di atas meja lapor keberangkatan, yaitu Jayapura, suatu nama yang telah banyak mengukir kesan dimana saya telah 4 tahun lebih disana, berangkat ibadah haji dari sana, ketemu haji Ba’do juga disana, ketemu almarhum haji Hasbullah, tetangga ibu mertuah di Pangkep, yang hidup di Jayapura juga disana, sehingga untuk ssaat saya berhenti mengamati siapa- siapa yang telah berbaris di depan loket pemberangkatan Jayapura yang masih tutup pagi itu, barangkali saja ada yang di kenal.

Memang ada wajah- wajah Irian tetapi itupun saya tak mengenalnya sehingga saya putuskan untuk meningalkan tempat itu dan kembali berjalan menuju anjungan.

Duduk dengan tenang sampai tiba saatnya petugas dareat memanggil semua pasien untuk menuju ke pesawat yang siap berangkat, di saat menunggu itu sempat memperhatikan apa aroma Semarang yang terbentik dari kehidupan di anjungan pemberangkatan Bandar Udara Cengkareng pagi ini, terlihat sekelompok kunjungan kekeluargaan, sarat dengan logat bahasa jawa tengahnya yang terasa asli, tinggal kita sendiri yang memebri makna apakah mereka dari kelompok biasa, atau kelompok usahawan sederhana yang bergerak pada batik, walau kalau di tuntaskan toh dugaan itu bisa gagal, tetapi asyik mencocokan profesi seseorang di urut dengan penampilannya, ada anggota politik, ini bisa dari unsur partai bisa juga dari DPR, ada eksekutif yang penampilannya lebih jelas warnanya. ada pengusaha muda yang sedang mengecek pengiriman barang dari jakarta dan meminta konfirmasi tanggal kepastiannya barang diterima di Semarang.

Semarang, suatu kota bagi saya yang sangat spesifik, terlihat penampilan wanita didepan saya dengan wajah jawanya tetapi tidak lagi berjilbab. yang banyak berbicara masalah kekeluargaan, ada juga yang berwajah Indonesia Timur dengan tarikan matanya yang suka memandang rendah seseorang, sedang asyik berbicara dengan seseorang melalui handphonenya.

Penerbangan pagi ini kelihatannya sangat penuh, hampir seratus persen kursi yang tersedia terisi penuh, sewaktu petugas anjungan mempersilah kan penumpang menuju pintu pemberangkatan ternyata disana sedang di pisahkan, bagi nomer 10 keatas dianjurkan melangkah menuju pesawat terlebih dahulu, sehingga saya yang memegang nomer 5 a terpaksa berhenti menanti habisnya yang nomer besar, sisitim ini digunakan untuk memberi kesempatan masuk terlebih dahulu penumpang yang bernomer duduk belakang pesawat sehingga tidak terhambat alurnya, kerena banyak penumpang yang masih berdiri di gang tengah pesawat sementara menunggu penumpang didepannya yang berdiri menghalangi yang sedang memasukan tas bawaannya keatas loker penyimpanan.

Pesawat berangkat pagi itu, terasa ada beban berat saat pesawat lepas landas, memang saat yang paling kritis adalah saat take of nya pesawat, yang paling mencekam adalah apabila saat mesin menderu untuk take of dan tidak seberapa lama setelah pesawat melayang dan menuju ke atas tiba- tiba kehilangan daya, inilah yang namanya bencana.

Pesawat terbang diatas pulau Jawa, tidak diatas lautan sehingga bisa memperhatikan wajah bumi di pagi hari, tetapi banyak yang tidak saya kenal, samapi pemandangan dibawa menyudutkan daratan Cirebon yang langsung habis diganti dengan lautan, saat terbaik untuk tidak melihat kebawah, sebab lautan saja hamparannya.

Tetapi saat memperhatikan lebih seksama terlihat kota Pekalongan yang menyatakan bahwa penerbangan 50 menit ini akan berakhir, tiba- tiba melihat jalur rel kereta api yang disisi kirinya terdapat hempasan air laut, rel kereta itu tidak berjalan lurus tetapi belok ke kanan saat daratan telah habis yang artinya sudah diatas teluk Semarang, berarti sebentar lagi pendaratan akan di mulai

Kerena tidak membawa bagasi saya langsung keluar dari terminal, melewati banyak orang yang menjemput seseorang yang tidak diketahui orangnya, hanya tertulis namanya yang diacung- acubngkan tinggi pada kedatangan orang- orang yang keluar terminal.

Diluar saya tidak mengambil taksi, saya memerlukan jalan kaki sebab sudah terasa ingin bergerak kaki ini untuk menyusuri Semarang dari ujung landasan, banyak polisi dan militer sepanjang jalan penghubung antara terminal dengan jalan umum, banyak juga anak- anak sekolah yang dikerahkan di sepanjang jalan, rupanya di kota ini sang Presiden RI sedang malakukan kunjungan, sekarang di duga saja, apakah menjemput kedatangan Presiden atau melepas keberangkatan Presiden. Jikalau di tilik dari spanduk yang ditayangkan sepangjang jalan berarti Presiden sudah disini dan hari ini akan pulang.

Dari Terminal menuju jalan raya hanya sejauh 700 meter, tak terlalu jauh, sehingga keputusan saya untuk jalan kaki adalah tepat. sesampai di bunderan yang terlihat sangat sibuk itu sebab perempatan jalan itu membagi ada lima simpangan jalan yang harus bertemu di titik itu, setelah saya bertanya pada seseorang pekerja taman kota dimana jak\lur kendaran ke terminal Terboyo SEMARANG, ia menyarankan untuk menunggu tetapi harus menyebang di jalan nomer dua di depan. Lampu lalu lintas itu bekerja dengan baik sehingga saya tidak mengalami kesulitan menyebrang saat lampu merah, dan berdiri sambil berbaur dengan kesibukan penduduk kota Semarang yang pagi itu juga sama- sama menunggu bus kota.
Bus datang dengan penuh manusia didalamnya tetapi masih ada tempat untuk saya naik, dan harus siap berdiri, tetapi tidak beberapa lama banyak penumpang yang turun sehingga saya dapat tempat duduk paling depan di bus disisi kiri, dari sini saya bisa melihat kota Semarang dipagi hari, terlihat pemandangan yang saya hafal adalah depannya stasiun KA Tawang Semarang. sebab dari stasiun ini saya sempat beberapa kali nik KA Eksekutif ke Jakarta, dan pernah satu kali bersamaan dengan Yasin sewaktu saya ajak ke Jepara tahun lalu.

Jam 14.00 saya sudah didepan masyarakat Badungharjo, dimana masyarakat ini yang menerima bantuan pendampingan penerapan TTG pengamanan abrasi pantai untuk kegiatan tahun 2006, dan sekarang saya sedang melakukan evaluasi manfaatnya.

Masyarakat yang ikut dalam evluasi manfaat itu ada 8 orang yang menerakan namanya pada secarik kertas yang saya sodorkan untuk dijadikan bukti bahwa saya melakukan pertemuan dengan masyarakat dengan nama- nama yang ikut datang adalah ini.

Wilayah pantai yang mempunya hamparan kuningnya padi yang matang, sangat enak untuk dipandang, sangat makmur untuk dilihat, kemakmuran ini terwujud dengan sangat guyubnya masyarakat untuk diajak membangun sebagai modal sosial masyarakat.

Sewaktu saya melihat karya penerapan TTG pengamanan abrasi pantai yang dikerjakan teman- teman yang kini terlihat miring, sebab patah menjadi 5 bagian, tiga di sayap kiri dan dua dibadan Krib. patah ini disebabkan proses pengerjaannya di bulan Agustus, saat mana ombak datang menghantap semua yang menghalangi dengan derasnya.

Tetapi walau krib itu terpotong miring tetapi masih menunjukn keperkasaannya yaitu dengan kemampuannya untuk menumbuhkan daratan baru sejauh 50 meter kedalam lautan, dahulunya ujung- ujung lidsah ombak sudah mengenai rumah – rumah penduduk, dan penduduk banyak membuat penahan ombak sederhana darui tumpukan batu kali yang disusun sebisanya, tanpa ada pereka, tetapi sekarang dari penahan dinding sederhana menuju ujung daratan yang tesentuh air laut sudah sejarak 50 meter, berarti usaha untuk menanamkan pasir sebagai daratan baru di depan rumah penduduk telah berhasil.

Sewaktu masalah ini saya jadikan pembahasan dalam rapat evalusi, bahwa saya memancing dengan pernyataan bahwa bantus studi TTG pengamanan pantai saya anggap gagal, masyarakat langsung menyalak dengan bantahannya ya tidak dong pak, lho buktinya daratan bertambah dan rumah penduduk terhindar dari ancaman air pasang.

Tetapi sekarang Krib bantuan yang sudah dibangun terlihat terbelah menjadi lima bagian mengapa tidak disusul dengan pembuatan krib baru sehingga beban ombak tidak terlalu mendera krib yang dijadikan penerapan TTG pengamanan pantai yang dilakukan Litbang PU, saat itu masyarakat diam. perwakilan dari Dinas PU Kabupaten Jepara yang datang saat itu diwakili Pak Njardji, ia yang merasa tidak mencantumkan usulan untuk tahun 2007, tetapi untuk tahun anggara daerah kabupaten Jepara 2008 akan di usulkan. dengan pola pelaksanaanya sama seperti yang dilakukan Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2006.

Tiba- tiba adzan shalat Ashar terdengar sayup sayup mengingatkan saya untuk menghentikan sementara pertemuan ini untuk segera ke masjid kampung untuk melakukan shalat Ashar berjamaah.

Shalat telah dilakukan dimana saya yang bertindak sebagai imam shalat, dan rapat dilanjutkan, sesi ini banyak mendengar keluhan warga sebab gelombang lagi meningkat, dan banyak perahu yang tidak lagi mau mendarat di sungai di belakang kampung sebab mulut sungai yang tahun 2006 juga sedang dikerjakan kegiatan oleh Departemen Kelautan sekarang gagal proyeknya sebab kegiatan itu tidak bisa menolong terjadinya pembendungan pasir di mulut sungai yang menyebabkan perahu nelayan tidak bisa masuk belindung ke sungai.

Akibatnya adalah menurunnya perahu yang masuk dan berarti menurun pula petilan, petilan adalah pungutan hasil tangkap nelayan berupa ikan yang diserahkan kepada pengurus koperasi untuk di uangkan juga, penghasilan petilan jikalau banyak perahu yang masuk setiap bulannya bisa sampai Rp 300 000,-

Begitu masyarakat membahas hasil petilan sebagian digunakan untuk sedekah laut, berupa selametan yang diringi sajian yang dibuang ke laut, membuat saya tidak enak, sebab saya tidak mau masuk kedalam kepercayaan masyarakat yang sangat rentan untuk disentuh ini, sebab kegiatan ini berarti sama dengan masyarakat Arab sewaktu Rosullulloh lahir dimana masyarakat Qurais mempercayai keberadaan Allah juga mempercayai Tuhan- tuhan yang di mintai pertolongannya selain ALLAh. bagi saya hal ini adalah fatal dan berarti waktunya saya untuk pulang ke Jepara. sejauh 100 km lagi.

Hotel Kalingga, Jepara.

Setelah saya mendapat kamar standard dengan fasilitas AC dan Televisi di kamar 103 disisi belakang, saya langsung istrirahat, tidur sepuasnya, di iringi deruan mesin AC model lama yang bertiup dengan bisingnya, sementara TV menyala, secara samar-samar terberitakan bahwa Surabaya hujan deras dan Jakarta juga hujan deras, selebihnya saya tertidur dan terbangun sekitar jam 18.00, saat mana hujan turun dan waktu shalat Maghrib, kemudian masuk lagi ke dipan untuk tidur kembali, dan terbangun jam 19.00 untuk mengerjakan shalat Isya dan setelah itu tidur lagi.

Tiada ulasan: